Rabu, 27 Oktober 2010

latent social problem

Kamis, 21 Oktober 2010

"LATENT SOCIAL PROBLEMS"

Poverty is a latent social problem that always comes in the midst of society, especially in

developing countries. Poverty continues to attract the attention of various circles, both

academics and practitioners. Various theories, concepts and approaches were continuously

developed to uncover the curtain and possibly "mystery" about this poverty. In the context of

Indonesian society, the problem of poverty is also a social problem that is always relevant to

be studied continuously. This is not just because the problem of poverty has existed for a long

time, but also because this issue is still present in our midst and even now the symptoms

increasing in line with the multidimensional crisis that is still faced by the Indonesian

nation. Although the discussion of poverty has experienced saturation stage since the mid-1980s,

poverty alleviation efforts more urgent now back for review. Some of the reasons underlying this

opinion include :

First, the concept of poverty is still dominated by a single perspective, that of "income

poverty" or "income-poverty" (Chambers, 1997). This approach has been criticized by experts as a

social science approach that is less able to describe the complete portrait of poverty. Poverty

seemed only a matter of economics as shown by the low income person or family to make ends meet.

Second, the number of poor people in Indonesia has always shown a high rate, both in absolute

and relative terms, in rural and urban areas Although Indonesia has recorded as one of the

successful developing countries in alleviating poverty, the problem turned out to be a central

issue of poverty back in the country is due not Just the numbers are rising again, but the more

complex dimension is also in line with the declining quality of life masyarakaat due to economic

crises since 1997.

Third, poverty has a negative impact is spread (multiplier effects) on the order of society as a

whole. Various events of the conflict in the country that occurred during the economic crisis,

for example, shows that in fact the problem of poverty is not solely affect the economic

resilience shown by the low purchasing power, but also affect social security and national

defense.

Aware that the issue of poverty is a latent problem that is always actual, review the concept of

poverty is a positive effort to produce the right approach and strategy in tackling crucial

problems faced by Indonesian people today.

CONCEPT OF POVERTY
Poverty is a concept that berwayuh face, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), for

example, shows that the dimensions of poverty related aspects of economic, political and

socio-psychological. Economically, poverty can be defined as a lack of resources that can be

used to meet basic needs and improve the welfare of a group of people. Resources in this context

involves not only financial aspects, but also all kinds of wealth (wealth) which can improve

people's welfare in a broad sense. Under this conception, then poverty can be measured directly

by specifying the resource inventory acquired through the use of standards known as the poverty

line (poverty line). This way is often called absolute poverty measurement method. BPS poverty

line amounted to 2.100 calories per person per day is comparable to a certain income or he World

Bank's approach is to use a U.S. dollar per person per day is an example of absolute poverty

measurement.

In politics, poverty is seen from the level of access to power (power). Power in this sense

includes the order of a political system that can determine the ability of a group of people in

reaching and using resources. There are three fundamental questions that bekaitan with access to

these powers, namely (a) how people can utilize existing resources in the community, (b) how

people can take part in decision-making use of available resources, and (c) how the ability to

participate in community activities.

Socio-psychological poverty refers to lack of networks and social structures that support in

getting the chances increasing productivity. The dimensions of poverty can also be interpreted

as the poverty caused by the presence of inhibiting factors that prevent or hinder a person in

exploiting the opportunities that exist in society. Inhibiting factors generally include

internal and external factors. Internal factors come from within the poor themselves, such as

Rabu, 20 Oktober 2010

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA

Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi karena selain mampunyai sebagaimanaa makhluk hidup di atas, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya yang kompleks melalui proses belajar yang terus-menerus. Selain itu manusia diktakan pula sebagai makhluk budaya. Budaya diartikan sebagai pikiran atau akal budi (Pusat Bahasa Diknas, 2001: 169).

Hakekat Keberadaan Manusia

Isi dari kepribadian manusia terdiri dari 1) pengetahuan; 2) perasaan, dan; 3) dorongan naluri. Pengetahuan merupakan unsur-unsur atau segala sesuatu yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung di dalam otak manusia melalui penerimaan panca inderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain. (Koentjaraningrat, 1986: 101-111)

Kalau unsur perasaan muncul karena dipengaruhi oleh pengetahuan manusia, maka kesadaran manusia yang tidak ditimbulkan oleh pengaruh pengetahuan manusia melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya disebut sebagai naluri. Sehubungan dengan naluri tersebut, kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap manusia disebut sebagai “dorongan” (drive), maka disebut juga sebagai dorongan naluri. Macam-macm dorongan naluri manusia , antara lain adalah:

1. Dorongan untuk mempertahankan hidup;
2. Dorongan sex;
3. Dorongan untuk usaha mancari makan;
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengn sesama manusia;
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya;
6. Dorongan untuk berbakti;
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak. (Koentjaraningrat, 1986: 109-111)

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral dan nilai.

Ada dua pendekatan untuk mendefenisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluqun yang menurut loghat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan.

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti.

Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran.

Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hariDefenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu : Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwaraKelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.

Menyambut era globalisasi dan Teknologi Informasi dalam abad ini, banyak sekali perubahan-perubahan yang sangat signifikan dalam perkembangan masyarakat. Perubahan-perubahan tersebut dapat meliputi perubahan yang mengarah kepada kehidupan yang lebih baik (perubahan positif) maupun perubahan yang mengakibatkan kehidupan yang bersifat negatif.

Salah satu dampak negatif yang dihasilkan dari abad globalisasi ini adalah kemerosotan akhlak dan budi pekerti yang terus menggerogoti kehidupan bermasyarakat di Indonesia, padahal tidak dapat dipungkiri bahwa peranan akhlak dan budi pekerti menjadi peranan sangat penting dan amat menentukan dalam pembentukan masyarakat yang beradab dan berkebudayaan tinggi, masyarakat dengan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, masyarakat yang adil dan bermartabat dan lalainya ketidaksinambungan antara hak yang mereka dapatkan dan kewajiban yang harus mereka jalani.

Untuk mengantisipasi kerusakan moral yang akan terjadi di kehidupan masyarakat mendatang, tentunya diperlukan adanya usaha untuk menyadari pentingnya penanaman kesadaran tentang hak dan kewajiban yang berkesinambungan secara utuh dengan penuh keinsyafan, walau terkadang dalam menunaikan kewajiban seringkali adanya penderitaan yang harus dirasakan.

Dalam ajaran akhlak dan budi pekerti, setiap diri manusia harus bisa mengatur keseimbangan yang sangattajam antara hak dan kewajibannya, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap anggota masyarakat harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan serta memberi manfaat terhadap sesama anggotanya.

  

Sumber : WWW.GOOGLE.COM